Perilaku Seks Bebas Tanpa Kondom Masih Jadi Pemicu Tertinggi Penularan HIV di Bali

6 hours ago 2
ARTICLE AD BOX
“Transmisi melalui hubungan seksual tetap menjadi penyumbang tertinggi, yakni 91,4 persen dari total kasus HIV di Bali,” ujar Dewa Suyetna dari YKP, Selasa (20/5). Dari total kumulatif 31.361 kasus HIV-AIDS yang tercatat sejak 1987 hingga September 2024, penularan melalui hubungan heteroseksual menyumbang 76,4 persen, homoseksual 14,5 persen, dan biseksual 0,5 persen.

Menurut Dewa, rendahnya penggunaan kondom menjadi faktor utama tingginya kasus tersebut. Di kalangan Pekerja Seks (PS), penggunaan kondom masih bertahan di angka 60 persen. “Sebagian besar pekerja seks sudah sadar pentingnya kondom karena intervensi dan edukasi. Tapi yang sering tak mau pakai adalah pelanggan mereka,” ungkapnya.

Minimnya penggunaan kondom ini turut memicu meningkatnya prevalensi Infeksi Menular Seksual (IMS) yang memperbesar risiko penularan HIV. “Kondisi ini berulang karena perilaku seksual tidak aman belum berubah secara signifikan dalam satu dekade terakhir,” katanya merujuk hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2007–2017.

Peta pemetaan YKP pada 2018 mencatat jumlah pekerja seks perempuan di Bali, baik langsung maupun tidak langsung, mencapai 2.369 orang. Namun intervensi dan sosialisasi kepada kelompok ini serta populasi kunci lainnya masih menghadapi banyak tantangan, salah satunya ketersediaan kondom di layanan kesehatan.

“Kami sering kekurangan stok kondom karena distribusi dari Dinas Kesehatan sangat terbatas,” ujar Khiliyatun Nisa, dokter di Puskesmas Kuta Utara 2. Puskesmas yang banyak dikunjungi Pekerja Seks dan Lelaki Suka Lelaki (LSL) ini melayani 40 hingga 50 klien per hari. “Kalau stok habis, kami terpaksa cari ke layanan lain seperti RSUD Mangusada,” imbuhnya.

Meski layanan PrEP (Profilaksis Pra Pajanan) tersedia, kondom tetap diprioritaskan karena fungsinya yang ganda: mencegah HIV sekaligus IMS. Di kalangan LSL, pelicin atau lubricant bahkan menjadi kebutuhan penting, namun ketersediaannya masih terbatas.

“LSL butuh pelicin untuk hubungan seksual yang aman. Harganya mahal, jadi kalau tersedia di layanan, itu bisa meningkatkan ketertarikan mereka datang dan mengakses layanan,” kata Yasa, penjangkau LSL dari YKP.

YKP mencatat, dari sekitar 80 LSL yang mengikuti tes HIV baru-baru ini, ditemukan 7 sampai 8 orang positif. “Artinya, prevalensinya cukup tinggi dan perlu perhatian khusus,” imbuhnya.

LSL menjadi salah satu kelompok rentan yang cukup dinamis. Bali menjadi destinasi populer karena banyaknya hotspot dan kemudahan mencari pasangan lewat aplikasi online.

Sementara itu, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Denpasar mengakui bahwa intensitas sosialisasi dan intervensi penggunaan kondom cenderung menurun. “Penjangkauan berkurang karena keterbatasan sumber daya, baik di KPA maupun di LSM,” ujar perwakilan KPA, Ni Wayan Yanti.

Menurut Yanti, ada pula miskonsepsi di kalangan pekerja seksual yang merasa cukup hanya dengan menggunakan PrEP. “Padahal kondom tetap dibutuhkan. Ini yang perlu terus disosialisasikan,” tegasnya.

YKP dan mitra advokasi mendorong pentingnya pendidikan seks yang benar sejak usia remaja sebagai upaya jangka panjang. Selain itu, dibutuhkan gerakan bersama lintas sektor untuk menguatkan kembali budaya penggunaan kondom sebagai langkah utama mencegah HIV.

Read Entire Article