ARTICLE AD BOX
Ogoh-ogoh Karma Dara menggambarkan filosofi karmapala melalui sosok Bhuta Kala bersayap satu yang melambangkan ketidaksempurnaan manusia. Ia melepaskan burung dara sebagai simbol perbuatan yang akan kembali kepada pelakunya. Karya ini mengajak masyarakat untuk introspeksi diri dan menanam kebaikan demi menerima karma baik di masa depan.
Ketua ST Asti Graha, I Putu Gede Nanda Mahadiputra, menjelaskan bahwa ogoh-ogoh yang dibuat tahun ini mengambil inspirasi dari burung dara yang dikenal sebagai hewan yang selalu kembali ke tempat asalnya. Filosofi itu, menurutnya, selaras dengan konsep karmapala.
“Apa yang kita tabur, itu yang kita tuai. Burung dara kami jadikan simbol bahwa segala perbuatan manusia pasti akan kembali kepada dirinya sendiri,” ujar Nanda.
Ogoh-ogoh bertajuk Karma Dara menampilkan tokoh utama berupa raksasa bersayap satu yang mencerminkan keterbatasan fisik, sebagai simbol bahwa tak ada manusia yang sempurna. Raksasa ini digambarkan membawa dua burung dara putih yang terbang dan kembali ke titik awalnya.
“Ini menjadi pengingat bahwa segala perbuatan, baik maupun buruk, akan kembali pada pelakunya sendiri,” jelas Nanda.
Dari segi teknis, ogoh-ogoh ini cukup menantang. Konstruksinya mengandalkan tumpuan pada ujung bulu sayap dan memiliki posisi condong ke kiri, sehingga membutuhkan perhitungan detail untuk menjaga keseimbangannya.
Pengerjaan ogoh-ogoh dimulai pada Januari 2025 dan rampung pada awal Maret. Nanda menyebut total anggaran yang digunakan berkisar Rp20 juta. Selain swadaya dan dukungan masyarakat, pihaknya juga menerima bantuan dari Pemerintah Kabupaten Badung sebesar Rp25 juta.
“Astungkara, tahun ini karya kami bisa dinilai meskipun masih jauh dari kata maksimal. Namanya juga proses, pasti ada saja kekurangan. Tapi kami bangga karena bisa menampilkan sesuatu yang bermakna,” imbuhnya.
Ia berharap, kreativitas ST dalam menciptakan ogoh-ogoh tak hanya menjadi sarana ekspresi budaya, namun juga ikut membangkitkan sektor pariwisata Bali, khususnya di Kabupaten Badung.
“Pariwisata Bali sempat terpukul akibat pandemi Covid-19. Kami ingin karya seperti ini bisa menjadi ikon budaya dan daya tarik yang ikut menghidupkan kembali ekonomi Bali,” tutup Nanda.
Rangkaian pawai ogoh-ogoh akan dilaksanakan pada malam Pengerupukan, sehari sebelum Hari Raya Nyepi. ST Asti Graha siap tampil dengan penuh semangat dalam menyambut tahun baru Saka, sembari membawa pesan filosofis yang dalam untuk masyarakat Bali. *m03