Menanti Sinergi Usaha Milìk Desa Adat, Soal Membangun Koperasi Desa Merah Putih

10 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali 

Pemerintah desa/kelurahan di Bali menyambut kritis rencana pembangunan Koperasi (Kopdes) Desa Merah Putih di seluruh desa/kelurahan di Indonesia. Para  perbekel (kepala desa) khawatir tugas baru membangun Kopdes Merah Putih justru mengganggu badan usaha yang sudah ada sebelumnya. Apalagi keberadaan desa di Bali berjalan seiring dengan desa adat yang juga memiliki badan usaha berupa BUPDA (Baga Utsaha Padruwen Desa Adat). 

Pemerintah menargetkan pembentukan 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia, yang akan diluncurkan pada 12 Juli 2025. Untuk di Bali sendiri terdapat 636 desa dan 80 kelurahan. Adapun tujuh unit bisnis yang minimal harus dimiliki Kopdes Merah Putih, yakni kantor koperasi, kios pengadaan sembako, unit bisnis simpan pinjam, klinik kesehatan desa/kelurahan, apotek desa atau kelurahan, sistem pergudangan atau cold storage, dan sarana logistik.

Tumpang tindih dikhawatirkan terjadi mengingat unit usaha yang wajib dijalankan Kopdes Merah Putih telah dijalankan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), seperti misalnya usaha simpan pinjam dan perdagangan sembako. 

Khusus simpan pinjam juga dijalankan oleh LPD yang dikelola desa adat di Bali. 

Perbekel Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Badung, Ida Bagus Surya Prabhawa Manuaba, berharap Kopdes Merah Putih hanya menjalankan jenis usaha yang belum dimiliki badan usaha milik desa sebelumnya. Gus Surya menyebut, di desa yang dipimpinnya telah banyak koperasi yang berdiri bersama-sama dengan BUMDes milik pemerintah desa. Menurutnya, Kopdes Merah Putih bisa fokus mengelola program pemerintah pusat seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan LPDB-KUMKM (Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). 

"Tentu kita tidak boleh bersinggungan dengan koperasi yang sudah sehat. Kopdes Merah Putih bisa menjalankan KUR dan LPDB karena tidak ada koperasi desa yang menjalankan KUR dan LPDB ini," ujarnya saat sosialisasi Kopdes Merah Putih oleh Kementerian Koperasi di Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala, Denpasar, Selasa (29/4).

Dalam kesempatan sama, perbekel Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, I Wayan Mudana menyampaikan, selama ini pihaknya telah mengoptimalkan keberadaan BUMDes Kutuh untuk mengelola potensi desa terkaya di Indonesia itu. Berkat kerja pengurusnya, BUMDes Kutuh telah berhasil meraup keuntungan Rp1 miliar pada tahun 2024 lalu. Dia pun menyinggung keberhasilan prajuru Desa Adat Kutuh mengelola Pantai Pandawa melalui BUPDA hingga meraup puluhan miliar setiap tahunnya. 

Keberhasilan badan usaha milik desa dan desa adat itu, menurut Murdana, telah berhasil mengentaskan kemiskinan dan pengangguran di Desa Kutuh. 

"Kami ingin membesarkan yang telah ada, kami tidak ingin setengah-setengah. Di Desa Kutuh ada 8 koperasi simpan pinjam termasuk juga LPD. LPD sekarang sampai kewalahan, ada uang tapi tak ada yang pinjam," ungkapnya.  

Ekonom Undiknas University Prof Dr Ida Bagus Raka Suardana menyebut secara struktural, kehadiran Kopdes Merah Putih bisa saja menimbulkan tumpang tindih jika tidak ada kejelasan peran dan integrasi dengan kelembagaan ekonomi desa yang sudah ada. 

Di Bali, BUMDes dan LPD (BUPDA) memiliki posisi penting sebagai pengelola aset dan keuangan desa adat maupun dinas. "LPD, misalnya, mengelola aset lebih dari Rp27 triliun secara kolektif di seluruh Bali, dan menjadi tulang punggung pembiayaan komunitas adat. Sementara BUMDes mengelola berbagai unit usaha, mulai dari air bersih, pertanian, hingga pariwisata desa," jelas Prof Raka Suardana.  

Kehadiran Kopdes Merah Putih, jelasnya, dapat menjadi pelengkap jika diintegrasikan secara sinergis. Misalnya dengan membentuk kemitraan antara Kopdes dan BUMDes untuk penguatan rantai nilai produk desa.

Solusi yang memungkinkan dilakukan oleh pemerintah pusat adalah harus menetapkan regulasi yang mengatur posisi Kopdes sebagai pelengkap, bukan pengganti BUMDes atau lembaga lain yang sudah ada. Sementara Pemerintah daerah dapat menyusun peta ekosistem kelembagaan ekonomi desa untuk menghindari tumpang tindih fungsi dan membangun sistem koordinasi berbasis satu data desa. Pemerintah Provinsi Bali juga dapat mengambil peran aktif melalui BUMDA untuk membentuk kemitraan hilirisasi produk desa bersama Kopdes dan BUMDes. 

Pendekatan ini tentu harus didukung oleh program pelatihan kewirausahaan, digitalisasi usaha desa, dan penguatan akses pasar. Jika dikelola dengan tepat, Kopdes Merah Putih dapat berperan sebagai akselerator penguatan ekonomi perdesaan tanpa memarginalkan kelembagaan yang telah eksis. "Kuncinya terletak pada kolaborasi, bukan kompetisi, serta keberpihakan kebijakan yang memberdayakan masyarakat desa sebagai pelaku utama pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berbasis kearifan lokal Bali," ujar Prof Raka Suardana. 

Sementara itu, Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantoro dalam kegiatan sosialisasi di Bali menjelaskan, jenis usaha yang dilakukan Kopdes Merah Putih akan disesuaikan dengan potensi desa masing-masing. Dari ketujuh unit bisnis yang ditetapkan Pemerintah, Wamen meminta setidaknya satu jenis usaha yang dipilih Kopdes Merah Putih. Selebihnya akan diputuskan musyawarah desa sesuai potensi dan kebutuhan yang ada dalam desa bersangkutan. 

“Bisa dipilih semuanya atau salah satunya atau disesuaikan dengan potensi desa masing-masing,” jelas Wamen. 

Keberadaan Koperasi Desa Merah Putih diharapkan bersinergi dengan koperasi atau lembaga usaha milik desa yang sudah ada sebelumnya. Namun, pemerintah menitipkan agar Koperasi Desa Merah Putih juga menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) yang selama ini dinilai belum optimal untuk masyarakat.

Lebih jauh, Wamen Ferry menjelaskan ada tiga mekanisme pembentukan Kopdes Merah Putih. Pertama, koperasi yang baru didirikan untuk menjadi Kopdes Merah Putih. Kedua, koperasi yang sudah ada dengan kinerja baik dan diubah menjadi Kopdes Merah Putih. Ketiga, koperasi yang tidak aktif akan direvitalisasi untuk menjadi Kopdes Merah Putih.

Kehadiran Kopdes Merah Putih  diharapkan mengatasi panjangnya rantai distribusi, dominasi tengkulak, memutus rantai rentenir dan pinjaman online ilegal, serta masalah keterbatasan permodalan.

Wamen menegaskan bahwa pemerintah hadir dengan menata biaya dan perekonomian di desa.

"Koperasi ini untuk mengatur pasar, mengatur lagi tata biaya karena tanpa kehadiran negara, aktor-aktor yang bukan negara itulah yang mengatur dan membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih sulit," ujarnya.7adi
Read Entire Article