ARTICLE AD BOX
Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Bali, I Wayan Sumarjaya, menegaskan pentingnya peran desa dalam mengentaskan stunting. Ia menyebut, desa perlu menjadi subjek pembangunan kesehatan yang aktif dan peduli terhadap isu pencegahan penyakit serta stunting.
“Kami selalu mendorong hadirnya desa peduli kesehatan, yaitu desa yang menempatkan isu kesehatan sebagai arah dan prioritas utama dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa,” kata Sumarjaya.
Ia menambahkan, tantangan kesehatan masyarakat desa sangat kompleks, mulai dari keterbatasan akses layanan dasar, minimnya tenaga medis, hingga beban penyakit menular dan tidak menular. Karena itu, menurutnya, pendekatan berbasis kearifan lokal, kolaborasi antar lembaga, dan alokasi dana desa yang tepat menjadi kunci terciptanya masyarakat sehat dan mandiri.
Sementara itu, Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Ahmad Riza Patria, yang turut membuka acara, menyatakan dukungan penuh Kementerian Desa terhadap penanganan stunting. Ia menyebut dana desa harus dimanfaatkan secara optimal untuk program-program pengentasan stunting.
“Kementerian Desa konsisten akan menyiapkan dana desa, dan diharapkan semua perangkat desa memberikan perhatian lebih baik agar penggunaannya dialokasikan dalam jumlah yang cukup untuk menurunkan stunting serta penyakit lainnya,” ujar Riza.
Ia menekankan pentingnya intervensi dini dan pemenuhan gizi bagi ibu hamil dan anak balita. “Kita tidak ingin lagi anak-anak menjadi stunting. Ibu hamil dan anak-anak harus mendapat asupan bergizi cukup agar mereka sehat dan bisa belajar lebih baik,” ujarnya.
Dalam sesi pemaparan, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Samarinda, dr Rudi Agus, menyoroti pentingnya pemberian Pangan Olahan untuk Keperluan Gizi Khusus (PKGK) dalam intervensi spesifik stunting. PKGK meliputi makanan olahan untuk kebutuhan medis khusus (PKMK) dan pemberian diet khusus (PDK).
“Pemberian makanan tambahan berbasis protein hewani sangat penting. Itu sebabnya kami mendukung PKMK dan PDK sebagai bagian dari 11 intervensi spesifik percepatan penurunan stunting,” jelas Rudi saat membawakan materi “Intervensi Spesifik dalam Penatalaksanaan Stunting.”
Ketua Umum Adinkes, dr. M. Subuh MPPM, menyampaikan bahwa pendekatan melalui perangkat desa mendapat respons positif dari masyarakat. Dalam kegiatan ini, Adinkes juga mendorong dinas kesehatan di daerah untuk mengevaluasi program penanggulangan stunting dan penyakit menular.
“Melalui Seminar dan Lokakarya 2025, kita ingin memperkuat advokasi dan sosialisasi kepada desa. Karena itu, kami menggandeng berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi dalam dan luar negeri, masyarakat, dan swasta,” kata Subuh. Seminar dan Lokakarya Nasional 2025 ini dilangsungkan di Four Points Hotel Ungasan pada 29 April hingga 2 Mei 2025.
Program Generasi Maju Bebas Stunting Award 2025 diharapkan menjadi stimulan agar dinas kesehatan berlomba melakukan inovasi. Terdapat tiga kategori penghargaan, yakni inovasi pengolahan pangan lokal dan PKMK, pemanfaatan kolaborasi lintas sektor dan teknologi informasi, serta pemberdayaan dan edukasi masyarakat terkait ASI dan sistem rujukan berjenjang.
Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi stunting nasional tercatat sebesar 21,5 persen. Meski mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir, angka tersebut masih di atas ambang batas yang ditetapkan WHO, yakni 20 persen.