Adat atau Adiksi ? Dilema Penyuguhan Rokok dalam Tradisi “Megebagan” di Bali

1 day ago 8
ARTICLE AD BOX
Magister Kesehatan Masyarakat, FK-KMK – Universitas Gadjah Mada

Megebagan : Antara Tradisi dan Ekonomi

Penyuguhan rokok kepada pelayat dianggap sebagai simbol penerimaan saat “Megebagan”. Tradisi “Megebagan” merupakan praktik budaya berkumpul yang dilakukan oleh kelompok masyarakat untuk ikut meramaikan dalam penjagaan “layon” (jenazah) atau ikut dalam menyiapkan upacara dalam prosesi “ngaben”. Pada tradisi ini pelayat akan begadang hingga pagi hari yang seringkali disuguhi rokok. “Megebagan” dapat berlangsung selama dua sampai tujuh hari, tergantung besarnya upacara dan jumlah pelayat yang hadir. Bayangkan berapa jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh keluarga yang tengah mengalami kedukaan untuk membeli rokok?

Bagi sebagian besar masyarakat, tradisi ini adalah suatu bentuk penghormatan dan penerimaan. Namun, di balik nilai budayanya, terdapat beban ekonomi yang tidak ringan, mengingat harga rokok saat ini di daerah Bali cukup mahal berkisar antara Rp. 35.000 – Rp. 55.000 perbungkus. Jika pelayat yang hadir cukup banyak dan tradisi ini berlangsung beberapa hari. Bayangkan berapa jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh keluarga yang tengah mengalami kedukaan untuk membeli rokok?

Di tengah suasana duka, keluarga justru harus memikirkan pengeluaran lebih untuk menyediakan rokok yang dapat menimbulkan tekanan finansial. Apalagi, jika keluarga yang berduka berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, beban ini semakin terasa berat.

“Kenikmatan” Merokok : Menjaga Tradisi atau Mengorbankan Kesehatan ?

Di rumah duka asap rokok mengepul tanpa henti, lansia dan anak-anak terpapar asap rokok yang berbahaya dan menghirup racun tanpa perlindungan. Konsumsi rokok telah terbukti dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis. Merokok merupakan salah satu penyebab utama penyakit jantung, stroke, hipertensi, kanker paru-paru dan berbagai penyakit berbahaya lainnya. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 mencatat prevalensi perokok aktif sebesar 18,9% dari populasi dewasa (>18 tahun). Angka ini menunjukkan bahwa hampir satu dari lima orang dewasa di Bali adalah perokok aktif. Sebanyak 56% perokok di Bali memulai kebiasaan merokok pada usia 10-19 tahun. Terdapat sekitar 1.048.000 perokok yang menyebabkan sekitar 207.000 kasus hipertensi dan 2.500 kasus Tuberkulosis yang disebabkan oleh perilaku merokok di Bali. Menurut I Ketut S (52) ia telah mengeluarkan dana kurang lebih 2 juta rupiah untuk membeli rokok saat “Megebagan”. Selain itu, cucunya yang masih balita mengalami ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) yang diduga diakibatkan oleh paparan asap rokok pada saat upacara. Hal ini menunjukkan bahwa penyuguhan rokok dapat menimbulkan kerugian pada kesehatan dan finansial.

Kebiasaan penyuguhan rokok dalam “Megebagan” berpotensi memperkuat budaya merokok di masyarakat, termasuk anak-anak dan remaja yang menyaksikan dan menganggap rokok adalah bagian dari tradisi yang harus dilestarikan, bukan sesuatu yang harus dihindari.

Pemerintah Provinsi Bali sudah memiliki payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) No 10 tahun 2011 yang mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok. Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Daerah Bali telah mengeluarkan himbauan agar dalam kegiatan upacara seperti kematian untuk tidak menyuguhkan rokok. Namun, implementasi aturan ini masih jauh dari harapan. Tradisi yang telah mengakar kuat, kurangnya sosialisasi yang efektif serta tidak adanya batasan dan aturan yang tegas mengenai pelarangan penyuguhan rokok pada saat “Megebagan” membuat perubahan sulit terjadi di lapangan.

Tradisi ini menimbulkan dilema antara menjaga tradisi atau memutus mata rantai adiksi. Pada satu sisi, masyarakat tetap ingin menjunjung tinggi nilai budaya dan adat. Namun, di sisi lain ada kebutuhan mendesak untuk melindungi kesehatan masyarakat dan emngurangi beban ekonomi keluarga yang sedang berduka. Penyuguhan rokok dalam tradisi “Megebagan” seakan menjadi narasi budaya yang menutupi risiko kesehatan dan ekonomi yang nyata.

Untuk dapat keluar dari jeraran narasi budaya yang memperkuat adiksi, langkah advokasi dan rekomendasi kebijakan perlu segera diambil oleh Pemerintah Provinsi Bali, beberapa hal yang perlu dilakukan :

1. Penerbitan regulasi oleh Gubernur Bali

Secara tegas melarang penyuguhan rokok saat upacara agama, adat dan kematian. Regulasi ini penting untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi keluarga yang ingin menghentikan tradisi penyuguhan rokok.

2. Penguatan sinergi antara regulasi adat dan pemerintah.

Peraturan adat perlu diperkuat dan disinergikan dengan regulasi pemerintah, sehingga pelarangan penyuguhan rokok dapat ditegakkan secara konsisten termasuk mekanisme sanksi yang jelas.

3. Edukasi kepada masyarakat dan dukungan lintas sektor

Sosialisasi mengenai bahaya rokok dan alternatif penyuguhan yang lebih sehat dalam tradisi “Megebagan”. Pemerintah, tokoh adat, pemuka agama dan organisasi masyarakat perlu bersinergi untuk merubah persepsi masyarakat bahwwa untuk menghormati tradisi tidak harus identik dengan menyuguhkan rokok.

Jadikan Tradisi Megebagan Lebih Bijak dan Sehat

Pemerintah provinsi Bali harus mengambil langkah konkret dalam mengkaji tradisi penyuguhan rokok pada saat “Megebagan” demi mengurangi beban ekonomi keluarga dan melindungi kesehatan masyarakat. Perubahan ini tidak hanya akan memperkuat upaya pengendalian rokok oleh pemerintah, tetapi mencerminkan komitmen Pemerintah Provinsi Bali sebagai daerah yang menghargai tradisi sekaligus peduli pada kesejahteraan masyarakatnya. Perubahan ini akan menjadi contoh nyata bahwa tradisi dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan makna dasarnya.

Dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, tokoh adat, lembaga keagamaan sangat dibutuhkan untuk menyukseskan perubahan ini. Sudah saatnya Bali menjadi pelopor dalam mewujudkan masyarakat yang sehat dan berbudaya, tanpa terjebak dalam narasi tradisi yang merugikan. Mari Bersama-sama kita wujudkan Bali yang lebih sehat dan berbudaya dan bebas dari keratan adiksi rokok dalam setiap kehidupan masyarakatnya.

*) Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warganet. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Read Entire Article